Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Secara etimologis, motif atau dalam
bahasa Inggrisnya motive, berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau
sesuatu yang bergerak. Jadi istilah motif erat kaitannya dengan gerak, yakni
gerakan yang dilakukan oleh manusia, atau disebut juga dengan perbuatan atau
tingkah laku. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. (Sobur, 2009).
Sobur (2009) juga mengatakan bahwa
motivasi itu berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau
menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka
mencapai suatu kepuasan atau tujuan.
Motivasi adalah proses yang memberi
semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi
adalah perilaku
yang penuh energi, terarah, dan
bertahan lama. (Santrock, 2008).
Santrock membagi motivasi menjadi dua, yaitu :
1.
Motivasi
Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk
mendapatkan
sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik ini sering
dipengaruhi oleh intensif eksternal seperti imbalan atau hukuman.
2.
Motivasi
Intrinsik
Motivasi
intinsik adalah motivasi internal untuk melakukan
sesuatu
demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti
fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan
bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder.
. Istilah
“hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak
tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak
tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian
pula seterusnya.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
·
Kebutuhan yang satu saat sudah
terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
·
Pemuasaan berbagai kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
·
Berbagai kebutuhan tersebut tidak
akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Sumber buku : (Sobur. Alex.2013 . Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia.)







0 komentar:
Posting Komentar